Senin, 22 Maret 2010

Penguatan Bargaining Position KAMMI Melalui Penguatan Peran KAMMI Daerah Dalam Mempengaruhi Kebijakan



Oleh: Agung Nugroho

(Ketua KAMMI Komisariat Tuanku Tambusai Universitas Riau)


Runtuhnya rezim dictator orde baru, malalui gerakan rakyat yang dimotori oleh mahasiswa tahun 98 menjadi awal dibukanya kran demokrasi di Indonesia. Peristiwa ini sekaligus membuktikan kepada dunia bahwa mahasiswa senantiasa berada digarda terdepan dalam membela hak-hak rakyat. Represifnya rezim orde baru dalam membungkam gerakan mahasiswa ternyata tidak mampu mematikan gerakan ini secara substansial. Estafet perjuangan ternyata masih tersambung dari generasi ke generasi dengan membawa semangat zaman dan tokohnya.

Semangat zaman ini ternyata mampu dibaca oleh sekelompok mahasiswa muslim di negeri ini. Melalui perjuangan dan strategi yang matang maka secara mantab mereka mendeklarasikan diri dalam wadah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). KAMMI lahir sebagai jawaban akan pentingnya konsolidasi mahasiswa muslim dalam sebuah gerakan yang berbasis idealisme. Organisasi ini terbentuk tepat dua bulan menjelang presiden Soeharto lengser keprabon. Dalam masa dua bulan tersebut KAMMI sebagai organisasi baru secara tegas memposisikan diri sabagai gerakan reformis yang tidak terpisahkan dari rakyat. Belum sempat menata stabilitas internal organisasi, KAMMI harus bergerak dalam pergulatan politik nasional. Namun usia ternyata bukan hambatan dalam meraih dukungan massa, public memberikan apresiasi dengan turut berkumpulnya mereka pada aksi pertama dengan massa 20 ribu orang. Bukan hanya mahasiswa tapi mereka adalah para ibu rumah tangga, pedagang, tukang becak dan para sopir. Basarnya apresiasi masyarakat ini telah menjadikan KAMMI sebagai gerakan baru yang turut menentukan lahirnya orde reformasi.

Mundurnya Soeharto dari tampuk kekuasaan merupakan antitesa dari orde baru yang kemudian melahirkan sintesa baru berupa orde reformasi. Melalui pintu gerbang bernama reformasi ini rakyat ingin kembali mendudukan peran dan tanggungjawab Negara secara jelas dan menuntut para pihak yang bertanggung jawab untuk diadili. Reformasi kemudian diharapkan membawa angin segar perubahan, perubahan untuk mengakhiri politik penindasan dan tirani kekuasaan.

Namun perubahan yang dinginkan pada akhirnya tidak juga menemukan bentuk riil yang dapat dinikmati oleh rakyat, elemen gerakan mahasiswa seolah-olah dalam kebingungan dan belum mampu memberikan solusi. Reformasi menjadi mati suri, perubahan yang dicita-citakan menjadi angan-angan tanpa batas. Maka tidak mengherankan jika kemudian muncul stigma negative bahwa gerakan mahasiswa dianggap tidak memiliki grand design yang disepakati sebagai agenda pasca turunnya Soeharto.

Namun demikian melalui arus reformasi talah memberikan inspirasi perubahan terhadap system tata pemerintahan Indonesia, diantara perubahan penting yang harus dicermati adalah desentralisasi kekuasaan dan terbukanya iklim demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat. Kedua hal ini harus menjadi focus gerakan KAMMI kedepan dalam upaya mewujudkan cita-cita reformasi. Beralihnya system pemerintahan yang sentralistik kedalam otonomi daerah harus dipandang sebagai peluang bagi KAMMI dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. KAMMI harus mampu membangun bargaining politik melalui penguasaan isu-isu daerah, sebab pada era otonomi kekuasaan tidak lagi terpusat di Jakarta.

Penguatan peran KAMMI disetiap daerah menjadi kunci pokok perubahan Indonesia kedepan, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama momen pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan pintu perubahan yang jika dimenej dengan baik akan melahirkan pemimpin yang berkualitas dan kredibel. Paradigma KAMMI dalam memandang proses suksesi kepemimpinan daerah harus diarahkan pada objektivitas dan kemampuan menarik simpati masyarakat, tidak elitis apalagi membatasi diri. KAMMI daerah harus konsen mencermati setiap perkembangan politik local dan melakukan analisa dengan basis konsep ilmiah sehingga tidak reaktif, dadakan apalagi mengikuti arus yang ada. Dalam tataran ini keberhasilan ditentukan oleh sumberdaya yang kompeten dan suplai data dan fakta yang benar. Pada level ini pembentukan lembaga-lembaga riset menjadi hal yang sangat urgen, khususnya dibidang social, politik, hukum, ekonomi dan pendidikan. Dengan konsep ilmiah yang kokoh, dan disinergikan dengan ideology keIslaman KAMMI maka karakter muslim negarawan akan mengejawantah dalam gerakan nyata ditengah-tengah masyarakat.

Kedua banyak permasalahan daerah yang tidak terliput secara nasional, korupsi yang tak ubahnya seperti fenomena gunung es sering tidak terselesaikan secara tuntas didaerah, masalah illegal loging yang masih sebatas formalitas dalam penyelesaiannya, sengketa tanah antara masyarakat tempatan dengan pengusaha yang kerapkali berujung pada intimidasi dan pembunuhan, masalah penyakit social dan gaya hidup para pejabat sering melukai hati umat Islam.

Sebagai gerakan mahasiswa muslim modern, posisi KAMMI sudah jelas dan secara tegas menyatakan diri sebagai oposisi kebathilan. Meski lahir pada masa reformasi ternyata KAMMI mampu eksis hingga hari ini dengan kader yang dikenal militant dan berkarakter. Oleh sebab itu kekuatan internal harus mampu didaya gunakan dengan maksimal sehingga kehadiran KAMMI dimasing-masing daerah dapat dirasakan manfaatnya oleh berbagai elemen. Dengan mesin organisasi yang senantiasa hidup melakukan pengkaderan dan pembinaan disemua kampus tanpa kenal lelah dan keluh kesah, sudah saatnya organisasi ini menjadi trendsenter gerakan civil society di masing-masing daerah.

Penguatan jaringan strategis

Gerakan yang efektif adalah gerakan yang mampu mengeksekusi dan merealisasikan setiap agenda-agenda kerjanya secara cepat dan tepat. Kemampuan eksekusi sangat ditentukan oleh seberapa besar kita mampu mengintegrasikan antar elemen yang ada. Pada level advokasi isu daerah adalah seberapa besar kita mampu mempengaruhi gerakan lain dengan ide yang kita bawa, kemampuan kita mengelaborasi gagasan, mengemasnya menjadi isu bersama dan kemampuan malakukan komunikasi politik yang memiliki daya tawar.

Perluasan dan penguatan jaringan strategis menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa diabaikan. Paling tidak ada tiga wilayah yang harus dikerjakan oleh KAMMI daerah dalam membangun kekuatan jariangan. Pertama wilayah gressroot (masyarakat) umum, pada tataran ini KAMMI harus membangun kedekatan dan keterbukaan dengan masyarakat, mencitrakan diri sebagai corong aspirasi dan pendamping. Dalam banyak kasus kita sering melupakan aspek ini, gerakan kita yang massif lebih sering tidak mampu mengambil simpati public. Kepekaan kita dalam merespon masalah-masalah yang mereka hadapi harus diasah dan ditingkatkan. Sering kita dapati keberadaan kita baik secara individu maupun organisasi ditengah-tengah masyarakat tidak dirasakan manfaatnya bahkan tidak dikenali. Sesuatu yang sangat ironis ketika kita bergerak mengatasnamakan rakyat namun rakyat tidak mengenal kita kecuali lewat media informasi.

Kedua wilayah pergerakan, pada wilayah ini poin penting yang harus kita kerjakan adalah KAMMI menjadi inisiator aliansi strategis. Kemampuan inisiator ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan kita dalam membaca situasi yang berkembang. Sekali lagi data dan fakta menjadi kunci penentu dalam persoalan ini. Kecepatan kita dalam mewacanakan ide akan menjadikan KAMMI sebagai referensi bagi gerakan lain. referensi dalam hal ide dan solusi. Dengan demikian bargaining position yang kita bangun memiliki daya tawar karena berangkat dari kapabilitas personal dan profesionalitas organisasi.

Ketiga Wilayah birokrat dan pejabat public, pada wilayah ini harus kita petakan secara jelas bagaimana kita mampu mendapatkan akses informasi yang valid dengan pendekatan personal. Sudah saatnya gerakan yang dibangun bercirikan kolaborasi pada sisi-sisi tertentu dan tidak menjadikan kita memiliki sikap antipati terhadap pejabat public didaerah. Pendekatan personal dipilih sebagai cara yang paling efektif karena komunikasi dilakukan tidak secara formal dan kaku.

Kolaborasi yang dibangun meliputi berbagai sector dengan mengedepankan moralitas dan idealisme organisasi. KAMMI harus memandang partai politik sebagai mitra kerja dengan prinsip keterbukaan dan mengedepankan kepentingan masyarakat. Dengan demikian posisi tawar kader-kader KAMMI di level daerah sejajar dengan para pejabat public didaerah bahkan mampu mengungguli.

Melalui penguatan peran KAMMI daerah yang terintegrasi dan sistematis diseluruh Indonesia, maka KAMMI akan mampu memenangkan wacana public daerah dan nasional, menjadi motor penggerak civil society didaerah dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dimanapun mereka berada. Pada akhirnya kader-kader KAMMI menjadi referensi dalam banyak hal dan manjadi tokoh di zamannya masing masing. Wallahu’alam.


Penguatan Bargaining Position KAMMI Melalui Penguatan Peran KAMMI Daerah Dalam Mempengaruhi Kebijakan

Oleh: Agung Nugroho

(Ketua KAMMI Komisariat Tuanku Tambusai Universitas Riau)


Runtuhnya rezim dictator orde baru, malalui gerakan rakyat yang dimotori oleh mahasiswa tahun 98 menjadi awal dibukanya kran demokrasi di Indonesia. Peristiwa ini sekaligus membuktikan kepada dunia bahwa mahasiswa senantiasa berada digarda terdepan dalam membela hak-hak rakyat. Represifnya rezim orde baru dalam membungkam gerakan mahasiswa ternyata tidak mampu mematikan gerakan ini secara substansial. Estafet perjuangan ternyata masih tersambung dari generasi ke generasi dengan membawa semangat zaman dan tokohnya.

Semangat zaman ini ternyata mampu dibaca oleh sekelompok mahasiswa muslim di negeri ini. Melalui perjuangan dan strategi yang matang maka secara mantab mereka mendeklarasikan diri dalam wadah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). KAMMI lahir sebagai jawaban akan pentingnya konsolidasi mahasiswa muslim dalam sebuah gerakan yang berbasis idealisme. Organisasi ini terbentuk tepat dua bulan menjelang presiden Soeharto lengser keprabon. Dalam masa dua bulan tersebut KAMMI sebagai organisasi baru secara tegas memposisikan diri sabagai gerakan reformis yang tidak terpisahkan dari rakyat. Belum sempat menata stabilitas internal organisasi, KAMMI harus bergerak dalam pergulatan politik nasional. Namun usia ternyata bukan hambatan dalam meraih dukungan massa, public memberikan apresiasi dengan turut berkumpulnya mereka pada aksi pertama dengan massa 20 ribu orang. Bukan hanya mahasiswa tapi mereka adalah para ibu rumah tangga, pedagang, tukang becak dan para sopir. Basarnya apresiasi masyarakat ini telah menjadikan KAMMI sebagai gerakan baru yang turut menentukan lahirnya orde reformasi.

Mundurnya Soeharto dari tampuk kekuasaan merupakan antitesa dari orde baru yang kemudian melahirkan sintesa baru berupa orde reformasi. Melalui pintu gerbang bernama reformasi ini rakyat ingin kembali mendudukan peran dan tanggungjawab Negara secara jelas dan menuntut para pihak yang bertanggung jawab untuk diadili. Reformasi kemudian diharapkan membawa angin segar perubahan, perubahan untuk mengakhiri politik penindasan dan tirani kekuasaan.

Namun perubahan yang dinginkan pada akhirnya tidak juga menemukan bentuk riil yang dapat dinikmati oleh rakyat, elemen gerakan mahasiswa seolah-olah dalam kebingungan dan belum mampu memberikan solusi. Reformasi menjadi mati suri, perubahan yang dicita-citakan menjadi angan-angan tanpa batas. Maka tidak mengherankan jika kemudian muncul stigma negative bahwa gerakan mahasiswa dianggap tidak memiliki grand design yang disepakati sebagai agenda pasca turunnya Soeharto.

Namun demikian melalui arus reformasi talah memberikan inspirasi perubahan terhadap system tata pemerintahan Indonesia, diantara perubahan penting yang harus dicermati adalah desentralisasi kekuasaan dan terbukanya iklim demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat. Kedua hal ini harus menjadi focus gerakan KAMMI kedepan dalam upaya mewujudkan cita-cita reformasi. Beralihnya system pemerintahan yang sentralistik kedalam otonomi daerah harus dipandang sebagai peluang bagi KAMMI dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. KAMMI harus mampu membangun bargaining politik melalui penguasaan isu-isu daerah, sebab pada era otonomi kekuasaan tidak lagi terpusat di Jakarta.

Penguatan peran KAMMI disetiap daerah menjadi kunci pokok perubahan Indonesia kedepan, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama momen pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan pintu perubahan yang jika dimenej dengan baik akan melahirkan pemimpin yang berkualitas dan kredibel. Paradigma KAMMI dalam memandang proses suksesi kepemimpinan daerah harus diarahkan pada objektivitas dan kemampuan menarik simpati masyarakat, tidak elitis apalagi membatasi diri. KAMMI daerah harus konsen mencermati setiap perkembangan politik local dan melakukan analisa dengan basis konsep ilmiah sehingga tidak reaktif, dadakan apalagi mengikuti arus yang ada. Dalam tataran ini keberhasilan ditentukan oleh sumberdaya yang kompeten dan suplai data dan fakta yang benar. Pada level ini pembentukan lembaga-lembaga riset menjadi hal yang sangat urgen, khususnya dibidang social, politik, hukum, ekonomi dan pendidikan. Dengan konsep ilmiah yang kokoh, dan disinergikan dengan ideology keIslaman KAMMI maka karakter muslim negarawan akan mengejawantah dalam gerakan nyata ditengah-tengah masyarakat.

Kedua banyak permasalahan daerah yang tidak terliput secara nasional, korupsi yang tak ubahnya seperti fenomena gunung es sering tidak terselesaikan secara tuntas didaerah, masalah illegal loging yang masih sebatas formalitas dalam penyelesaiannya, sengketa tanah antara masyarakat tempatan dengan pengusaha yang kerapkali berujung pada intimidasi dan pembunuhan, masalah penyakit social dan gaya hidup para pejabat sering melukai hati umat Islam.

Sebagai gerakan mahasiswa muslim modern, posisi KAMMI sudah jelas dan secara tegas menyatakan diri sebagai oposisi kebathilan. Meski lahir pada masa reformasi ternyata KAMMI mampu eksis hingga hari ini dengan kader yang dikenal militant dan berkarakter. Oleh sebab itu kekuatan internal harus mampu didaya gunakan dengan maksimal sehingga kehadiran KAMMI dimasing-masing daerah dapat dirasakan manfaatnya oleh berbagai elemen. Dengan mesin organisasi yang senantiasa hidup melakukan pengkaderan dan pembinaan disemua kampus tanpa kenal lelah dan keluh kesah, sudah saatnya organisasi ini menjadi trendsenter gerakan civil society di masing-masing daerah.

Penguatan jaringan strategis

Gerakan yang efektif adalah gerakan yang mampu mengeksekusi dan merealisasikan setiap agenda-agenda kerjanya secara cepat dan tepat. Kemampuan eksekusi sangat ditentukan oleh seberapa besar kita mampu mengintegrasikan antar elemen yang ada. Pada level advokasi isu daerah adalah seberapa besar kita mampu mempengaruhi gerakan lain dengan ide yang kita bawa, kemampuan kita mengelaborasi gagasan, mengemasnya menjadi isu bersama dan kemampuan malakukan komunikasi politik yang memiliki daya tawar.

Perluasan dan penguatan jaringan strategis menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa diabaikan. Paling tidak ada tiga wilayah yang harus dikerjakan oleh KAMMI daerah dalam membangun kekuatan jariangan. Pertama wilayah gressroot (masyarakat) umum, pada tataran ini KAMMI harus membangun kedekatan dan keterbukaan dengan masyarakat, mencitrakan diri sebagai corong aspirasi dan pendamping. Dalam banyak kasus kita sering melupakan aspek ini, gerakan kita yang massif lebih sering tidak mampu mengambil simpati public. Kepekaan kita dalam merespon masalah-masalah yang mereka hadapi harus diasah dan ditingkatkan. Sering kita dapati keberadaan kita baik secara individu maupun organisasi ditengah-tengah masyarakat tidak dirasakan manfaatnya bahkan tidak dikenali. Sesuatu yang sangat ironis ketika kita bergerak mengatasnamakan rakyat namun rakyat tidak mengenal kita kecuali lewat media informasi.

Kedua wilayah pergerakan, pada wilayah ini poin penting yang harus kita kerjakan adalah KAMMI menjadi inisiator aliansi strategis. Kemampuan inisiator ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan kita dalam membaca situasi yang berkembang. Sekali lagi data dan fakta menjadi kunci penentu dalam persoalan ini. Kecepatan kita dalam mewacanakan ide akan menjadikan KAMMI sebagai referensi bagi gerakan lain. referensi dalam hal ide dan solusi. Dengan demikian bargaining position yang kita bangun memiliki daya tawar karena berangkat dari kapabilitas personal dan profesionalitas organisasi.

Ketiga Wilayah birokrat dan pejabat public, pada wilayah ini harus kita petakan secara jelas bagaimana kita mampu mendapatkan akses informasi yang valid dengan pendekatan personal. Sudah saatnya gerakan yang dibangun bercirikan kolaborasi pada sisi-sisi tertentu dan tidak menjadikan kita memiliki sikap antipati terhadap pejabat public didaerah. Pendekatan personal dipilih sebagai cara yang paling efektif karena komunikasi dilakukan tidak secara formal dan kaku.

Kolaborasi yang dibangun meliputi berbagai sector dengan mengedepankan moralitas dan idealisme organisasi. KAMMI harus memandang partai politik sebagai mitra kerja dengan prinsip keterbukaan dan mengedepankan kepentingan masyarakat. Dengan demikian posisi tawar kader-kader KAMMI di level daerah sejajar dengan para pejabat public didaerah bahkan mampu mengungguli.

Melalui penguatan peran KAMMI daerah yang terintegrasi dan sistematis diseluruh Indonesia, maka KAMMI akan mampu memenangkan wacana public daerah dan nasional, menjadi motor penggerak civil society didaerah dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dimanapun mereka berada. Pada akhirnya kader-kader KAMMI menjadi referensi dalam banyak hal dan manjadi tokoh di zamannya masing masing. Wallahu’alam.