Jumat, 05 Februari 2010

Perbedaan Cawan dan Kolam


” Aduhai, kenapakah hidup aku selalu dirundung malang begini..? ” lelaki itu berkeluh-kesah. Selama hidupnya, dia tak pernah merasakan ketenangan yang sebenar. Hatinya tidak pernah sepi daripada merasakan kerisauan. Fikirnya, tuhan tidak pernah sudi meminjamkan kedamaian hati padanya. Dia sangat cemburu apabila memandang sekeliling. Mereka bebas ketawa dan mudah tersenyum. Tapi dia? Dia hanya mampu tenggelam dalam dunia sepi dan resahnya sendiri.

Hatinya tidak mampu mengisi segala masalah yang menghimpit jiwanya. Lalu, selepas lelah dan puas berfikir, suatu hari dia melangkah longlai menuju ke hujung kampung. Niat hatinya, ingin menemui seorang lelaki tua. Saban hari, wajah lelaki tua itu sentiasa basah dan sejuk. Damai sentiasa bertamu diwajahnya. Dia ingin sekali meminta rahsia, ” bagaimanakah boleh ku nikmati hidup begitu juga? ” . Lalu, dia terus berperi kepada lelaki tua tersebut.

Masalah keluh kesah dan kerisauannya didengari lelaki tua itu sambil tersenyum. Lalu mengajak lelaki itu ke suatu tempat iaitu ke tepi sebuah kolam yang besar sambil membawa sebiji cawan dan dua bungkus garam. Lelaki itu mengikut, walaupun hatinya sedikit hairan.

” Anak muda… ” lelaki tua itu bersuara .
” Ambillah cawan ini, isikanlah air dan masukkanlah sebungkus garam. ” ujarnya lagi. Lelaki itu yang dalam kebingungan hanya menurut. Cawan diambil…air diisi…dan garam dimasukkan. Kemudian lelaki tua itu berkata lagi.
” Sekarang kamu minumlah air tersebut “. Dalam bingung yang masih bersisa, lelaki itu mengikut kata lelaki tua itu.
” Apa rasanya? “, tanya lelaki tua itu apabila melihat kerutan di dahi lelaki tersebut.
” Masin! ” lelaki tua itu tersenyum lagi.
” Sekarang, kamu masukkan pula sebungkus garam ini ke dalam kolam itu, dan kamu hiruplah airnya. ”
Lelaki tua itu menunjukkan arah ke kolam. Sekali lagi lelaki itu hanya mengikut tanpa menyoal. Air di cedok dengan kedua belah tapak tangan dan dihirup.
” Apa rasanya, anakku? ” soal lelaki tua itu.
” Tawar, tidak masin seperti tadi “, lelaki muda itu menjawab sambil mengelap mulut.
” Anakku, adakah kamu memahami kenapa aku meminta kemu berbuat begitu tadi? ” tanya lelaki tua itu, sambil memandang tepat ke arah lelaki tersebut. Lelaki itu hanya menggeleng. Lelaki tua itu menepuk-nepuk bahu lelaki tersebut.

” Anakku, beginilah perumpamaan kita dan masalah. Garam itu umpama masalah. Cawan dan kolam umpama hati kita. Setiap orang mempunyai masalah, ditimpa masalah, dan diuji dengan masalah. Tetapi, kalau hati kita sebesar cawan, maka kita akan merasai pahitnya masalah itu, pedihnya hati kita dan keluh kesahnya kita.Tetapi kalau hati kita sebesar kolam, masalah tidak akan mengganggu kita. Kita masih boleh tersenyum, sebab kita akan mengerti masalah bukan hadir untuk menyusahkan kita. Masalah dianugerahkan untuk kita berfikir, untuk kita muhasabah diri. Masalah dan ujian akan memberi hikmah kepada kita.Anakku, itulah rahsiaku. Aku sentiasa berlapang dada, aku sentiasa membesarkan jiwaku, supaya aku boleh berfikir tentang perkara-perkara lain dan masih boleh memberi kebahagiaan padaku. Aku tidak akan sesekali membiarkan hatiku kecil seperti cawan, sehingga aku tidak mampu menanggung diriku sendiri ” .

(Cerita dari Sahabat)

KAMMI dan Pilkada


Oleh : Ariyanto Hendrata (BKP KAMMI Pusat)

Latar Belakang

Reformasi telah sukses memperjuangkan salah satu visinya, yakni desentralisasi. Yang berarti otonomi daerah memberi peluang bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Di sisi lain desentralisasi fiskal dan keuangan daerah makin meningkatkan kesejahteraan daerah, meski faktanya justru pejabat daerah yang makin sejahtera dan berpesta pora.

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung adalah ruang terbuka bagi masyarakat daerah berpartisipasi langsung dalam proses demokrasi. Kelompok-kelompok sosial baik Ormas, OKP maupun LSM sebagai saluran aspirasi kelompok bertanggungjawab terhadap komunitasnya. KAMMI sebagai saluran aspirasi mahasiswa muslim yang tergabung di dalamnya juga berkewajiban memperjuangkan positioning KAMMI dalam proses Pilkada, termasuk eksistensi KAMMI pasca Pilkada.

Sejak Pemilu 2004, Berbagai Daerah (Provinsi, Kota/Kabupaten) telah melaksanakan Pilkada langsung. Tidak diragukan perhatian dan aktivisme KAMMI terhadap perhelatan demokrasi seperti ini. Sayangnya, posisi tawar KAMMI belum signifikan dan organisasi relatif tidak memperoleh sumber daya pasca Pilkada. Pimpinan KAMMI masih bergerak secara personal dan melibatkan kader KAMMI di luar koridor organisasi. Akibatnya kemudian terbaca, KAMMI terbengkalai dan tidak ada yang bertanggaungjawab. Ruh KAMMI dipertaruhkan dalam politik kepentingan tanpa daya tawar secara organisatoris, sungguh naif.

Secara umum kita rasakan, KAMMI masih cenderung menjadi bagian (atau sub-ordinasi) dari strategi kelompok lain yang dianggap lebih besar. Hal ini karena belum kuatnya ‘sense’ keorganisasian (baca: politik) dari aktivis dan pimpinan KAMMI sendiri. Kesadaran bahwa Pilkada adalah ‘pertarungan kepentingan’ belum merata di setiap pimpinan KAMMI di setiap daerah. Akibatnya KAMMI sering dipersepsi sebagai alat pemukul dan demarketing saja. Proses lobi dan komunikasi politik belum sepenuhnya menjadi ranah perhatian dan aktivisme kader KAMMI. Kita menyadari KAMMI belum mempunyai format strategi baku dan peran politik dalam pilkada, padahal semangat partisipasi sangat besar, sehingga mudah dikelola kelompok kepentingan lainnya. Kisah Pilkada yang terlewat tanpa peran strategis menjadi pelajaran penting. Di waktu-waktu mendatang KAMMI masih akan menghadapi puluhan Pilkada sebelum Pemilu 2008 (yang terdekat ada pilkada Provinsi Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Maluku, dll). Pembacaan politik kader harus semakin kuat, dan positioning KAMMI harus makin signifikan, jika ingin ’Muslim Negarawan’ segera terwujud.

Harapan untuk KAMMI

KAMMI terlanjur lahir di atas kepentingan rakyat. Dikenal publik sebagai pejuang demokrasi, reformasi dan mengedepankan semangat kebersamaan. Kelahiran KAMMI sebagai front aksi mahasiswa yang kemudian bermetamorfosis menjadi Ormas dan OKP menandakan kesiapan KAMMI menjadi organisasi yang proaktif dan cepat tanggap terhadap perubahan. Reformasi ’98 sebagai contoh, meski bukanlah romantisme historis yang melenakan. Sejarah adalah cerita lalu yang meski perlu dikenang, tetap kewajiban kita membangun sejarah sendiri.

KAMMI sebagai sebuah institusi harus dikelola dalam semangat organisasi. Motto KAMMI yang ‘Muslim Negarawan’ harus mulai diimplementasikan di publik dengan manajemen strategi organisasi. Kesadaran bahwa politik adalah perebutan sumber daya dengan cara-cara yang disepakati harus menjadi inspirasi para aktivis KAMMI untuk mulai bersiap-siap dan terus terjaga dengan situasi di sekelilingnya.

Kader KAMMI adalah pemimpin dan calon pemimpin, haruslah mulai bersikap sebagai seorang pemimpin (leader), bukan follower. Pemimpin harus memiliki pemikiran dan aktivisme yang orisinil, langkah publik yang terukur dan mandiri. Kebijakan strategis organisasi harus terlahir dari visi sekumpulan pimpinan yang diputuskan dengan tingkat percaya diri yang tinggi. Faktor eksternal pasti memberi pengaruh, tapi bukan sesuatu yang pokok dan mengendalikan organisasi. Masa depan Indonesia, adalah masa depan kaum muda, dan KAMMI ada di dalamnya

Sikap KAMMI Terhadap Proses Demokrasi di Daerah (Pilkada)

Keindahan sebuah instrumen ketika dimainkan dalam kapasitas dan kompetensinya. Dan drama jadi menarik saat para aktor memainkan lakonnya sesuai tuntutan/keinginan skenario (baca: publik). Pilkada langsung sebagai instrumen demokrasi di daerah membutuhkan kecerdasan aktivis KAMMI untuk bermain di bidaknya, bukan di bidak orang lain. Kemampuan KAMMI menempatkan positioningnya sendiri tidak akan merugikan kelompok manapun terutama Parpol. Dan Parpol tidak akan mendapatkan nilai lebih dengan meng-klaim KAMMI sebagai bagiannya, dan itu pasti kerugian KAMMI. Karena task-force yang berbeda, bidak berbeda. KAMMI harus bermain di bidaknya. KAMMI harus punya sikap!

Pertama, KAMMI hadir sebagai salah satu entitas civil society, yakni Gerakan Mahasiswa, OKP dan Ormas Islam, visi sosial keummatan menjadi core organisasi, bukan politik praktis. KAMMI bukan partai politik, sehingga tidak harus pusing dengan kekuasaan, tidak perlu terlibat langsung secara organisasi dalam kesemrawutan politik praktis seperti parpol. KAMMI punya pekerjaan ’politik’ sendiri yang perlu dikelola.

Kedua, Bangunan politik KAMMI bersifat Mandiri, Komunikatif dan penuh semangat pembaharuan. KAMMI mendorong proses demokrasi berlangsung dengan baik dan terhormat. KAMMI menolak cara-cara yang kurang sehat dan menciderai demokrasi, dan tidak akan terlibat secara praktis (seperti kampanye) dalam pilkada. Tetapi KAMMI berkepentingan dengan tatanan masyarakat demokratis pasca Pilkada.

Ketiga, KAMMI harus punya peran penting, positioning dan bargaining politik secara langsung dengan calon kepala daerah. KAMMI berisi kader pemimpin yang tangguh dan mampu mengelola diri dan masa depan organisasi. KAMMI harus melakukan komunikasi politik langsung dengan calon pemimpin daerah tanpa perantara. Komunikasi politik sebagai Ormas tentu saja wajar dan boleh, sebab kepemimpinan akan berimplikasi langsung pada masyarakat sosial tanpa sekat politik yang diwakili oleh Ormas.

Keempat, KAMMI tidak mendukung secara terbuka kepada salah satu calon kepala daerah, dan tidak menjadi sub-ordinat apalagi tunggangan salah satu calon atau partai tertentu. Lazim kita sebut ’high politic’ dan di sinilah koridor KAMMI semestinya. Menjadi perekat dari kepingan berserak dan saling menjatuhkan.

Kasus Pilkada di berbagai tempat, seperti Sumatera Barat, DKI Jakarta, Depok, Banten, dsb, belum sepenuhnya menempatkan KAMMI dalam posisi tawar yang terhormat. Kita dapat menerima hal ini sebagai pelajaran berharga, meskipun sudah seringkali kita belajar. Semangat Perubahan yang sering kita kobarkan semakin hari semakin menuntut pembuktian. KAMMI terlanjur lahir dalam semangat reformasi, sangat sulit menghentikannya, kecuali jika kader-kadernya sendiri yang berhenti. Otonomi Daerah yang berlanjut pada Pilkada langsung menuntut pengawalan pejuang reformasi, tugas KAMMI meliputi director of change (Mengarahkan perubahan itu sendiri).

Langkah politik KAMMI dalam Pilkada

Langkah politik berikut bersifat umum, sekedar gambaran dan sebenarnya sudah beberapa kali belajar dipraktekkan :

n KAMMI akan melakukan langkah-langkah politik, sebagai implementasi ‘gerakan politik nilai’. Langkah-langkah politik bersifat holistik dan strategik, bukan taktis dan sub-ordinat (apalagi Kampanye untuk calon atau parpol)

n KAMMI melakukan komunikasi politik dengan semua pihak (terutama calon calon pemimpin daerah) dalam rangka membangun sinergi dan kesepahaman

n KAMMI harus melakukan negosiasi politik jangka panjang dengan calon pemimpin daerah, untuk menjaga eksistensi masa depan organisasi dan kader

n Langkah politik KAMMI dilakukan oleh pimpinan setempat sesuai musyawarah untuk kepentingan organisasi dan tidak diperkenankan melakukan langkah-langkah secara personal dengan kepentingan pribadi

n Setiap kader KAMMI harus mengambil peran dalam rangka memperkuat positioning KAMMI di publik, dan setiap keputusan politik diambil bersama untuk kemaslahatan bersama.

n Komunikasi dan negosiasi politik juga terkait peran strategis KAMMI dalam proses dan pasca Pilkada.

Posisi KAMMI harus ditentukan sendiri oleh KAMMI (aktivis dan pimpinan KAMMI) sebelum orang lain menentukan KAMMI mau diapakan. KAMMI harus punya strategi dan menempatkan kelompok lain dalam manajemen strateginya, atau yang lain melakukannya pada KAMMI (Jkt, 10 Des 2007)


Add a Comment